Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hari Bumi 2019: Temperatur Tinggi dan Cuaca Semakin Liar

image-gnews
Sejumlah mahasiswa pegiat lingkungan, mengumpulkan sampah plastik di Pantai Pasir Jambak, Padang, Sumatera Barat, Senin, 22 April 2019. Kegiatan membersihkan pantai yang kotor akibat sampah plastik tersebut dilakukan Jambak Sea Turtle Camp bersama mahasiswa dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia. ANTARA
Sejumlah mahasiswa pegiat lingkungan, mengumpulkan sampah plastik di Pantai Pasir Jambak, Padang, Sumatera Barat, Senin, 22 April 2019. Kegiatan membersihkan pantai yang kotor akibat sampah plastik tersebut dilakukan Jambak Sea Turtle Camp bersama mahasiswa dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia. ANTARA
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Bumi pada 2019 ini ditandai dengan perubahan iklim yang nyata dan semakin menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Penelitian yang baru dilakukan dalam enam bulan terakhir menyoroti fakta terbaru tentang perubahan yang disebabkan manusia pada sistem cuaca global dan pengaruhnya terhadap Bumi.

Baca: 4 Riset Listrik LIPI di Hari Bumi: dari Biotrik sampai Pico Hydro
Baca: Hari Bumi 2019: 6 Fakta yang Mengkhawatirkan dari Bumi
Baca: Google Doodle Merayakan Hari Bumi: Keindahan Planet Kita

Para peneliti tidak ada lagi mempertanyakan bahwa kenaikan suhu dan cuaca yang semakin kacau adalah pekerjaan umat manusia. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada Februari lalu, ada kemungkinan 99,9999 persen bahwa manusia adalah penyebab pemanasan global.

Mekanisme tersebut dipahami dengan baik dan telah berlangsung selama beberapa dekade. Manusia membakar bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan gas, yang melepaskan karbon dioksida (CO2), metana, dan gas lainnya ke atmosfer dan lautan Bumi. CO2 adalah gas rumah kaca yang paling bertanggung jawab untuk pemanasan.

Penulis utama studi Benjamin Santer dari Lawrence Livermore National Laboratory di Livermore, California, mengatakan kepada Reuters bahwa jika para ilmuwan tidak tahu penyebab perubahan iklim merupakan hal yang salah. Berikut kondisi Bumi saat ini:

1. Catatan terpanas

Lima tahun terakhir telah menjadi yang terhangat sejak pencatatan dimulai pada akhir 1800-an. Bumi telah mengalami 42 tahun berturut-turut (sejak 1977) dengan suhu global di atas rata-rata, menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional. 

Berdasarkan lima set data terpisah yang melacak iklim Bumi, suhu rata-rata global untuk 10 bulan pertama tahun 2018 adalah sekitar 1,8 derajat di atas apa yang terjadi pada akhir 1800-an. Saat itulah industri mulai mengeluarkan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer.

Australia mengalami rekor musim panas pada Januari tahun ini. Menurut Guardian, Kota Port Augusta mencapai hari terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1962 dengan suhu 121 derajat. Panasnya begitu menyengat hingga menyebabkan kelelawar jatuh dari pohon, demikian dikutip Australian Broadcasting Corporation.

2. Karbon dioksida naik 46 persen

Peningkatan jumlah karbon dioksida dan gas-gas lain yang dilepaskan ke atmosfer oleh industri, transportasi dan produksi energi dari pembakaran bahan bakar fosil meningkatkan apa yang dikenal sebagai efek rumah kaca alami planet ini. Karbon dioksida adalah yang paling umum di antara semua gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

Tingkat karbon dioksida atmosfer untuk Maret adalah 411,97 bagian per juta dan terus meningkat. Sekarang telah mencapai tingkat di atmosfer yang tidak terlihat dalam 3 juta tahun. Itu peningkatan 46 persen dari sebelum Revolusi Industri pada 1800-an, ketika tingkat CO2 sekitar 280 bagian per juta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Angka itu mulai meningkat ketika manusia mulai membakar sejumlah besar bahan bakar fosil untuk menjalankan pabrik dan memanaskan rumah, melepaskan CO2 dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Para ilmuwan mengatakan untuk menjaga planet yang layak huni, kita perlu memotong levelnya menjadi 350 bagian per juta.

3. Laut yang naik

Konsekuensi dari suhu yang lebih tinggi adalah mencairnya es di kutub, yang menyebabkan permukaan laut naik. Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature, lautan dunia telah meningkat sekitar satu inci dalam 50 tahun terakhir karena pencairan gletser saja.

Penelitian itu menunjukkan bahwa gletser bumi sekarang kehilangan hingga 390 miliar ton es dan salju per tahun. Studi lain yang diterbitkan pada Juni 2018 juga menyatakan bahwa pemanasan global telah menyebabkan lebih dari 3 triliun ton es mencair dari Antartika dalam seperempat abad terakhir. Dan tiga kali lipat hilangnya es di sana dalam dekade terakhir.

4. Membunuh dan merugikan

Menurut lembaga Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika, peristiwa cuaca ekstrem yang diperburuk oleh perubahan iklim menewaskan hampir 250 orang Amerika dan merugikan negara setidaknya US$ 91 miliar pada 2018. Kehangatan yang tidak biasa di Amerika Barat pada 2018 berkontribusi pada musim kebakaran hebat yang menewaskan puluhan orang.

Dalam hal moneter, negara-negara Barat mengalami musim kebakaran paling mahal yang pernah mereka alami hingga rugi US$ 24 miliar. Badai Michael, mengakibatkan kerusakan US$ 25 miliar, dan Florence, dengan biaya US$ 24 miliar, adalah dua bencana cuaca besar lainnya pada 2018.

Simak kanar terbaru tentang kondisi Bumi dan peringatan Hari Bumi hanya di kanal Tekno Tempo.co

USATODAY | THEGUARDIAN | JURNAL NATURE

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cuaca Panas Bekap Asia Daratan, Indonesia Masih Punya Potensi Hujan Lebat Hari Ini

1 jam lalu

Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) alat pengukur penguapan air di Taman Alat Cuaca BMKG Jakarta, Rabu, 11 Oktober 2023. BMKG memprediksi musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan berlangsung hingga akhir Oktober dan awal musim hujan terjadi pada awal November 2023. Tempo/Tony Hartawan
Cuaca Panas Bekap Asia Daratan, Indonesia Masih Punya Potensi Hujan Lebat Hari Ini

Ketika cuaca panas masih membekap wilayah luas di daratan Asia, potensi hujan lebat masih ada untuk wilayah Indonesia hingga hari ini.


Prakiraan Cuaca Sepekan Jawa Barat, BMKG: Potensi Hujan Sedang Hingga Lebat Hanya 4 Hari

19 jam lalu

Ilustrasi hujan petir. sciencedaily.com
Prakiraan Cuaca Sepekan Jawa Barat, BMKG: Potensi Hujan Sedang Hingga Lebat Hanya 4 Hari

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan awan atau terjadinya hujan di sebagian wilayah Jawa Barat.


Cuaca Jabodetabek Hari Ini, Kelembapan Udara Bisa Sampai 100 Persen

1 hari lalu

Ilustrasi cuaca di Jakarta. TEMPO/Yovita Amalia
Cuaca Jabodetabek Hari Ini, Kelembapan Udara Bisa Sampai 100 Persen

Prediksi cuaca Jakarta hari ini, Minggu 5 Mei 2024, diawali dengan cerah berawan merata di seluruh wilayahnya pada pagi ini.


Cuaca Jakarta dan Sekitarnya Sama Cerah Berawan Pagi Ini, Bagaimana Siang dan Malam?

6 hari lalu

Ilustrasi Ramalan Cuaca. fishershypnosis.com
Cuaca Jakarta dan Sekitarnya Sama Cerah Berawan Pagi Ini, Bagaimana Siang dan Malam?

Prediksi cuaca dari BMKG menyebut Jabodetabek seluruhnya cerah berawan pada pagi ini, Kamis 30 April 2024.


Prediksi Cuaca BMKG untuk Jabodetabek Hari Ini, Waspada Potensi Hujan di Mana?

7 hari lalu

Ilustrasi Ramalan Cuaca. fishershypnosis.com
Prediksi Cuaca BMKG untuk Jabodetabek Hari Ini, Waspada Potensi Hujan di Mana?

BMKG memprediksi seluruh wilayah Jakarta memiliki cuaca cerah berawan sepanjang pagi ini, Senin 29 April 2024.


Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

8 hari lalu

Kapal Gas Arjuna milik PT Pertamina International Shipping (PIS). Dok. Pertamina
Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.


KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

10 hari lalu

Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)
KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

Cuaca buruk membuat perjalanan kereta cepat Whoosh mengalami keterlambatan. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memberi kompensasi makanan dan minuman untuk penumpang.


Telkomsel Jaga Bumi Peringati Hari Bumi Sedunia

10 hari lalu

Telkomsel Jaga Bumi Peringati Hari Bumi Sedunia

Lebih dari 15 ribu pohon telah ditanam di 8 lokasi sepanjang tahun 2023 sebagai bagian dari program Telkomsel Jaga Bumi Carbon Offset. Selain itu, lebih dari 75 ribu pavement block dan 20 ribu phone holder diproduksi dari limbah plastik dan bekas cangkang kartu SIM melalui program Waste Management.


Pertamina Geothermal Energy Dorong Program Pengelolaan Sampah

12 hari lalu

Power plan PLTP Lumut Balai I, Semende Darat Laut beroperasi sejak 2019. Dari pembangkit milik PT. Pertamina Geothermal Energy area Lumut Balai, energi sebesar 55Mw dialirkan untuk menjaga sistem kelistrikan di Sumbagsel. TEMPO/Parliza Hendrawan
Pertamina Geothermal Energy Dorong Program Pengelolaan Sampah

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) melakukan berbagai inisiatif untuk menjaga lingkungan.


Hari Bumi 22 April, Ford Foundation Ingatkan Soal Keadilan Tata Kelola Tanah Adat

12 hari lalu

Aktivis lingkungan membentangkan poster saat aksi Hari Bumi di kawasan Dago Cikapayang, Bandung, Jawa Barat, 22 April 2024. Para aktivis lingkungan hidup dari Orang Muda Berkoalisi berkampanye sampah plastik dengan tema Bumi Pasundan Bebas Plastik Polutan. TEMPO/Prima mulia
Hari Bumi 22 April, Ford Foundation Ingatkan Soal Keadilan Tata Kelola Tanah Adat

Ford Foundation menilai Hari Bumi bisa menjadi momentum untuk mengingatkan pentingnya peran komunitas adat untuk alam.